Di Balik Keagungan Dan Kisah Pilu Masyarakat Bongkol Gunung Agung
Gunung Agung merupakan gunung terbesar di Bali, Gunung agung ini terletak di Kecamatan Rendang kabupaten Karangasem Bali. Gunung agung ini memiliki ketinggian 3.142 di atas permukan laut, selain di jadikan tempat pariwisata di Kabupaten Karangsem, Gunung agung ini di percaya oleh masyarakat Hindu di bali sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan di jadikan tempat ibadah oleh seluruh umat Hindu di Bali bahkan seluruh indonesia.
Selain menyajikan panorama pemandangan yang indah gunung
agung menyimpan banyak cerita yaitu sumber material yang melimpah bahkan
80% bangunan di Bali bersumber dari material Gunung Agung. Adapun
material Gunung Agung yaitu pasir, batu, batu padas dan hampir seluruh
bangun pura yang berada di bali yang berbahan batu padas adalah berasal
dari muntahan gunung agung terdahulu dan bahkan batu padas ini di
gunakan bangun pura di luar negeri.
Dari sumber material inilah masyarakat bongkol Gunung Agung menjadikan lahan pekerjaan dan di gunakan sebagai sumber perekonomian masyarakat setempat. Masyarakat yang hidup di bongkol gunung agung sangat sejahtera berkat sumber material yang sangat melimpah dari muntahan gunung agung yang terdahulu. Sejak dinaikkan menjadi status awas pada tanggal 22 september 2017 ini menjadi mimpi buruk bagi warga bongkol gunung agung dimana masyarakat yang berada di zona merah harus di evakuasi dan meninggalkan tempat pemukiman mereka menuju ke tempat yang lebih aman.
Masyarakat bongkol gunung agung tidak rela meninggalkan tempat yang sudah menjadi tempat kelahiran mereka bahkan isak tangis yang tidak iklas meninggalkan rumah dan bahkan rela harus menjual ternak - ternak mereka dengan harga yang sangat murah dan demi menyelamatkan diri dan keluarganya.
Dari sumber material inilah masyarakat bongkol Gunung Agung menjadikan lahan pekerjaan dan di gunakan sebagai sumber perekonomian masyarakat setempat. Masyarakat yang hidup di bongkol gunung agung sangat sejahtera berkat sumber material yang sangat melimpah dari muntahan gunung agung yang terdahulu. Sejak dinaikkan menjadi status awas pada tanggal 22 september 2017 ini menjadi mimpi buruk bagi warga bongkol gunung agung dimana masyarakat yang berada di zona merah harus di evakuasi dan meninggalkan tempat pemukiman mereka menuju ke tempat yang lebih aman.
Masyarakat bongkol gunung agung tidak rela meninggalkan tempat yang sudah menjadi tempat kelahiran mereka bahkan isak tangis yang tidak iklas meninggalkan rumah dan bahkan rela harus menjual ternak - ternak mereka dengan harga yang sangat murah dan demi menyelamatkan diri dan keluarganya.
Namun
sampai saat ini gunung agung belum juga memuntahkan lahar panasnya dan
menggantung masyarakat yang berada di bawah radius 12 km, hal ini
membuat dilema bagi masyarakat yang berada di bawah kaki gunung agung
dan membuat perekonomian di karangsem lumpuh total. Dalam situasi
seperti ini kita sebagai manusia hanya bisa berserah kepada sang
pencipta karena di balik kejadian ini kita tidak tau apa yang akan di
rencanakan tuhan.
Dalam catatan sejarah gunung agung
sudah meletus sebanyak 4 kali yang pertama pada tahun 1808 dan meletus
kembali pada tahun 1821 kemudian di tahun 1843 kembali memuntahkan lahar
panasnya dan yang paling memilukan pada tahun 1963 gunung agung kembali
meletus dan yang paling banyak memakan korban. Di balik bencana
letusan gunung agung tahun 1963 menyimpan kenangan yang sangat pilu bagi
masyarakat bongkol Gunung Agung dimana rumah mereka harus hancur luluh
lantah oleh terjangan lahar panas gunung agung itu sendiri, namun di
balik itu material yang melimpah mereka nikmati ibaratkan sebuah lahar
emas.
Jika memang Gunung Agung akan meletus kembali
mudah - mudahan tidak menelan korban dan masyarakat Karangasem pada
umumnya harus bersabar dengan keadaan ini karena kita tidak tau di balik
kejadian ini tuhan memberikan rencana yang lebih baik kedepannya.
Comments
Post a Comment